Oleh Arifin
Nalarku.com – Ada satu pertanyaan, mampukah sekolah negeri melakukan inovasi? Mengapa pertanyaan ini muncul? Ada pihak yang ragu dengan kemauan dan kemampuan sekolah negeri dalam melakukan inovasi.
Ada beberapa alasan mengapa ada pihak yang meragukan kemampuan inovasi sekolah negeri. Pertama, tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang nyaman dalam zona aman. Kedua, keterbatasan dana. Ketiga, banyaknya regulasi dari pemerintah.
Orang yang merasa nyaman dalam zona aman pada umumnya mengalami kejumudan dalam inovasi. Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah negeri, sebagian besar diisi oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN). Mereka merasa aman karena bagaimana pun kinerjanya, apakah levelnya biasa, sedang, atau luar biasa, penghasilan yang mereka peroleh tetap sama. Setiap bulan mereka tetap menerima gaji. Pola pikir yang tertanam adalah yang penting bekerja standar. Tidak perlu bersusah payah melakukan kreasi dan inovasi. Apalagi jika beban administrasi lebih dominan dalam proses kerja sehari-hari, maka hampir dipastikan rutinitas administratif ini menenggelamkan proses kreatif inovatif.
Perasaan aman ditambah dengan pola kerja yang juling ke administratif benar-benar membunuh benih inovatif para pendidik. Sangat jarang pendidik yang mampu menciptakan kreasi baru dalam model, metode dan media pembelajaran. Bahkan, dalam administrasi pembelajaran pun mereka lebih banyak melakukan plagiasi atau menjiplak dari hasil karya guru lain. Penyakit copy paste masih menggejala di lingkungan sekolah.
Dari fenomena zona aman ini, budaya inovatif tampaknya masih jauh dari harapan bagi sekolah negeri. Nilai-nilai dan kebiasaan inovasi sulit tertanam dalam kinerja warga sekolah. Yang ada hanyalah rutinitas kerja dari hari ke hari, yang penting tugas pokok sudah dilaksanakan.
Zona aman ini diperparah dengan keterbatasan pendanaan. Sebagian besar sekolah negeri mengandalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat. Sumber dana lainnya memang ada, misalnya dari pemda dan sumbangan sukarela dari orangtua siswa (komite). Pada tahun 2021 ada 12 komponen prioritas penggunaan dana BOS reguler, yaitu dari untuk proses penerimaan peserta didik baru hingga pembayaran honor. Namun demikian, ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh pengelola dana BOS dalam mengelola dana BOS. Intinya , pengelolaan dana BOS sangat rigid, sehingga tidak bisa digunakan untuk hal-hal yang bersifat inovatif di luar yang telah ditentukan dalam panduan.
Kegiatan-kegiatan di luar kapasitas dana BOS biasanya didanai oleh dana komite sekolah yaitu berupa sumbangan sukarela dari orangtua siswa. Namun, akhir-akhir ini orangtua banyak yang menolak untuk membayar sumbangan. Alasannya, sekolah telah mendapatkan dana BOS. Mereka mengira bahwa dana BOS telah mampu membiayai semua kebutuhan sekolah, termasuk kegiatan-kegiatan peserta didik yang bersifat pilihan dan insidental. Banyak kegiatan sekolah yang tidak bisa dibiayai oleh BOS misalnya kegiatan gelar budaya dan seni peserta didik, kegiatan bakti sosial, dan kegiatan kreatif lainnya.
Hal ini diperparah dengan banyaknya regulasi pendidikan yang diterbitkan oleh pemerintah. Di satu sisi, regulasi ini menjadi pemandu kegiatan operasional pendidikan di sekolah. Namun, efek mental dari regulasi ini adalah ketakutan berkreasi. Kepala sekolah menjadi takut melakukan inovasi karena takut terkena dampak aturan. Kepala sekolah takut salah langkah, sehingga semua kebijakan dan keputusan menunggu aturan atau edaran dari institusi di atasnya. Selain selalu mengalami keterlambatan dalam antisipasi, sekolah akhirnya mengalami kejumudan dalam inovasi pendidikan.
Tiga hal ini, yaitu zona nyaman, regulasi dan keterbatasan dana menjadi faktor penghambat dalam berinovasi di sekolah negeri. Sekolah negeri tidak memiliki fleksibilitas yang cukup dalam berkreasi. Berbeda dengan sekolah swasta yang memiliki otonomi lebih besar dalam membangun kemandirian. Kepala sekolah di sekolah swasta bisa lebih fleksibel dalam membangun komunikasi dengan berbagai pihak dalam menggali dana.
Jadi, perlu ada pemikiran, bagaimana membangkitkan tradisi inovasi di sekolah negeri.
Gunungkidul, 07 April 2021