Nalarku – Berdasarkan hasil tes Programme International Student Assessment (PISA) 2015 yang bertujuan untuk mengukur kemampuan literasi matematika, sains, dan membaca, Indonesia berada pada 10 peringkat terbawah dari 72 negara dengan rata-rata skor 395.
Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama (Pendis Kemag), Kamaruddin Amin mengatakan, rendahnya kemampuan anak Indonesia ini menjadi salah satu persoalan nasional. Untuk itu, Kemag pada pertengahan 2020 mendatang akan melakukan asesmen atau tes untuk kemampuan matematika, sains, dan membaca kepada siswa Madrasah Ibtidaiyah (MI) seperti yang dilakukan pada tes PISA.
“Kita sedang mengembangkan tesnya. Kita ingin tahu mereka (siswa MI) ini di mana kemampuan dan kelemahannya per madrasah,” kata Kamaruddin saat berdialog dengan Forum Wartawan Kemag di Hotel Savero, Depok, Jawa Barat, Senin (2/12/2019) petang.
Dia menambahkan, meskipun tes literasi serupa dengan yang dilakukan oleh OECD, akan tetapi Kemag melakukan dengan metode sensus menyeluruh untuk siswa MI, khususnya kelas IV MI. Menurut dia, tes dilakukan pada siswa kelas IV dengan pertimbangan, perbaikan dan evaluasi masih dapat dilakukan ketika siswa berada di kelas V dan VI.
Kamaruddin juga mengatakan, dalam menyusun soal untuk tes literasi ini, Kemag bekerja sama dengan konsultan internasional dari Bank Dunia. Pasalnya, hasil tes ini tidak hanya bertujuan untuk menguji kemampuan siswa akan tetapi juga digunakan untuk instrumen pelatihan guru. Para guru akan dilatih sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan hal tes siswa.
“Dengan begitu, pelatihan guru akan mengidentifikasi keadaan yang sebenarnya,” terangnya.
Selanjutnya, Kamaruddin menuturkan, mungkin yang menjadi perbedaan dalam pelatihan guru ini adalah melatih guru di luar Pulau Jawa lebih berat, karena masalahnya lebih berat ketimbang melatih guru di Jawa.
Adapun kompetensi pelatihan guru yang akan dijalankan bertujuan untuk mendorong guru agar dapat meningkatkan tiga literasi dasar yaitu matematika, sains, dan membaca. Khusus untuk membaca, diarahkan kepada melatih siswa untuk berpikir HOTS (higher order thinking skills). Pasalnya, ini merupakan masalah utama siswa Indonesia yang selama ini hanya memiliki kemampuan menghafal.
Sementara itu, terkait dengan pengumuman hasil PISA 2018 yang akan dilakukan hari ini, Selasa (3/12/2019) yang melibatkan 79 negara, menurut Kamaruddin, meski hasil PISA ini dilakukan secara sampling oleh OECD terhadap 400 sekolah terpilih di Indonesia, apapun hasilnya sangat objektif. Sebab, soal yang digunakan untuk penilaian dalam semua negara tergabung OECD ini sama.
“Menurut saya objektif karena soalnya sama, baik itu untuk negara maju maupun negara berkembang untuk melengkapi posisi kita di mana. Jika soalnya dibedakan malah tidak objektif,” ujarnya.
Sumber : Suara Pembaruan